Proses pengeringan bambu yang telah dipotong dapat dilakukan dengan cara di angin-anginkan (air-drying process) yang memakan waktu sekitar 6-12 minggu. Sedangkan jika pengeringan dengan cara pembakaran (kiln-drying process) hanya akan memakan waktu
sekitar 2-3 minggu keduanya merupakan metode pengawetan bambu. Namun pada beberapa jenis bambu tidak dapat dilakukan pengeringan cepat karena akan menyebabkan retakan.
Pemotongan bambu yang tepat dilakukan adalah saat subuh pada bulan tua (pada seperempat terakhir sebelum bulan gelap) karena batang bambu pada waktu-waktu tersebut memiliki kadar air paling rendah. Setelah melakukan pemotongan, bambu yang
masih utuh dengan daunnya harus diletakkan dalam posisi tegak di tempat yang teduh tanpa menyentuh tanah. Hal ini dilakukan agar sisa kanji dalam batang bambu tetap mengalir ke daun sehingga pada bagian batang tidak lagi mengandung kanji yang
merupakan mananan hama bambu. Pemotongan bambu yang dilakukan harus menggunakan parang.
Proses Perawatan Bambu
Perawatan bambu pada proses pasca-konstruksi dilakukan untuk menjaga daya tahan bambu sehingga tidak mudah lapuk. Walaupun telah melakukan pengawetan, perawatan bambu juga merupakan hal yang penting untuk menjaga keawetan bambu. Hal yang termudah adalah dengan menjaga bambu agar tidak basah karena keadaan yang basah akan melapukkan bambu dan menimbulkan jamur sehingga ketahanannya akan berkurang. Perawatan pasca-konstruksi bambu dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu perawatan dengan cara tradisional dan perawatan dengan cara kimiawi. Perawatan tradisional lebih dianjurkan karena lebih murah dan aman.
1. Perawatan Tradisional
Bambu dapat dirawat dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan ampas kelapa, oli bekas dan minyak jelantah untuk memberikan sifat tahan air. Bahanbahan tersebut dapat dioleskan kepada bambu secara berkala. Mencuci bambu dengan air lemon untuk melindungi dari serangan jamur (jamur tidak tumbuh pada tempat yang asam).

2. Perawatan Kimia
Perawatan lainnya dapat dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan cara mengoleskan atau menyemprot zat kimia anti rayap/organisme perusak lainnya atau dengan melapisi bambu dengan zat kimia yang bersifat tahan air (waterproof). Pengecatan bambu juga dapat dilakukan untuk meningkatkan durabilitas bambu. Dapat juga dilakukan pengecatan berkala dengan cat khusus tahan api karena zat pengawet ini dapat hilang jika terkena air hujan.
Cara Pengawetan Bambu
Pada dasarnya bambu yang sudah memiliki perlindungan khusus, kulit luar bambu memiliki kandungan silika yang tinggi bersifat kedap yang berfungsi seperti jas hujan yang menegah hama dan air masuk. Namun demikian, hama dan air tetap bisa masuk ke
dalam batang bambu melalui pembuluh dalam bambu. Maka proses pengawetan bambu harus tetap dilakukan guna meningkatkan durabilitas bambu. Hama yang menjadi musuh utama bambu adalah kutu bubuk (powder-post beetle, famili Lyctinae) & rayap (famili Termitidae). Kutu bubuk mengkonsumsi gula alami yang terkandung pada tanaman bambu, di mana pada bagian dinding batangnya terdapat konsentrasi kandungan gula & pati paling tinggi.
Gangguan yang diakibatkan kutu bubuk adalah kerusakan pada bagian dinding bambu ini. Kerusakan terjadi ketika telur kutu (yang ditinggalkan induk kutu di dalam daging dinding batang bambu) menetas menjadi larva. Larva yang tumbuh menjadi serangga dewasa akan memakan gula dan pati bambu. Makin tinggi kandungan pati dan gula, makin parah kerusakan yang akan terjadi. Secara fisik, kerusakan yang terjadi adalah hancurnya sel dan serat dinding bambu menjadi serbuk halus (tepung), menyisakan lapisan kulit luar saja.
1. Pengasapan
Bambu diletakkan di atas rumah perapian (tungku) selama waktu tertentu sampai pengaruh asap menghitamkan batang bambu. Proses dengan menggunakan api ini juga dapat memperkeras permukaan bambu. Proses pemanasan menyebabkan terurainya
senyawa pati dalam jaringan parenkim. Pengasapan bambu juga berguna untuk membasmi hama yang tersisa pada batang bambu.

Di Jepang, bambu mentah disimpan dalam ruang pemanas pada suhu 120 – 150 oC selama 20 menit. Perlakuan ini cukup efektif untuk mencegah serangan serangga. Efek negatif metode ini adalah kemungkinan terjadinya retak yang dapat mengurangi kekuatan bambu. Pengasapan juga dapat dilakukan untuk meluruskan batang yang bengkok atau sebalikanya.
2. Pelaburan
Metode ini lebih ditujukan untuk mendapatkan efek hiasan ketimbang manfaat pengawetannya. Batang bambu untuk konstruksi perumahan dilaburi dengan kapur tohor (Ca[OH]2). Tujuannya untuk memperlambat penyerapan air, sehingga daya tahan bambu
terhadap jamur menjadi lebih tinggi. Efektivitas metode ini masih perlu dibuktikan, terutama menyangkut pengaruh senyawa alkali terhadap kekuatan bambu.
Di daerah pedesaan , metode ini mengalami modifikasi. Bambu dilaburi dahulu dengan tar lalu diperciki dengan debu halus. Segera setelah debu melekat dan tar kering, dilakukan pelaburan dengan kapur tohor sampai 4 kali. Metode pelaburan lain yang biasa
dilakukan rakyat adalah penurapan (pemlesteran) bambu dengan menggunakan campuran kotoran sapi dengan kapur atau adukan semen. Dewasa ini, bambu yang digunakan sebagai tiang pancang untuk bangunan terlebih dahulu dilumuri dengan tar lalu dililitkan dengan anyaman sabut kelapa.
3. Perendaman Air
Perendaman bambu dalam air adalah salah satu metode pengawetan tradisional yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat pedesaan. Perendaman menyebabkan penurunan kandungan pati bambu. Batang bambu yang direndam melarutkan kandungan
kanji sehingga batang tidak lagi menarik untuk didatangi hama. Bambu mengandung pati relatif tinggi misalnya bambu ampel, sedangkan bambu apus kadar patinya relatif rendah. Tujuan akhir perendaman adalah menekan serangan kumbang bubuk. Metode ini lebih cocok diterapkan pada bambu yang digunakan untuk bahan bangunan.

Baca juga: Teras rumah cantik sederhana inspiratif
Waktu perendaman yang dianjurkan sebaiknya tidak lebih dari 1 bulan. Perendaman dapat dilakukan dalam air tawar, air payau, ataupun air laut yang tenang atau mengalir. Perendaman batang bambu sebaiknya dilakukan setelah bambu dikeringkan, baru
kemudian direndam seluruhnya. Bambu yang telah direndam dalam air harus berwarna pucat (tidak kuning, hijau ataupun hitam) dan berbau asam khas. Sedangkan bila bambu telah dibelah, pada bagian dalam bambu tidak boleh mengandung bulu bambu, seperti terdapat pada dalam bambu yang belum direndam.
4. Perebusan
Perebusan bambu pada suhu 55-60oC selama 10 menit akan menyebabkan pati mengalami gelatinisasi sempurna, yaitu menjadi amilosa yang larut dalam air (Matangaran, 1987). Perebusan pada 100oC selama 1 jam cukup efektif untuk mengurangi serangan kumbang bubuk. Metode ini – di samping metode pengasapan – pemanasan dan perebusan dengan air kapur – tidak populer karena kurang efektif.
Demikian tulisan singkat mengenai metode pengawetan bambu agar bahan konstruksi bangunan anda tetap awwet dalam waktu yang cukup panjang. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa lagi ya guys!