Arsitektur bangunan tradisional merupakan satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku bangsa ataupun bangsa. Oleh karena itu, arsitektur ini merupakan salah satu di antara identitas dari suatu pendukung kebudayaan. Dalam arsitektur ini pun terkandung secara terpadu wujud ideal, wujud sosial dan material suatu kebudayaan. Karena wujud-wujud kebudayaan itu dihayati dan diamalkan.
Karena masyarakat indonesia yang majemuk dengan aneka ragam kebudayaan, maka inventarisasi dan dokumentasi tentang arsitektur tradisional tidak mungkin dilakukan hanya dalam satu daerah atau suku bangsa saja. Untuk memperoleh gambaran yang mendekati kenyataan mengenai arsitektur tradisional sehingga dapat dikenal oleh masyarakat. Maka perlu dilakukan dokumentasi dan inventarisasi di seluruh wilayah indonesia, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bangunan tradisional yang kita lihat sekarang ini perkembangannya melalui suatu proses yang panjang. Pada mulanya bangunan ini berfungsi sebagai tempat berlindung manusia dari gangguan binatang buas dan gangguan alam seperti panas, dingin, hujan dan angin. Tetapi pada saat yang sama bangunan itu akan berrubah manfaat menjadi rumah manakala manusia hidup menetap.
Bagi Anda yang tinggal di jogja atau yang sedang berlibur ke kota pendidikan ini, penting kiranya Anda juga sedikit banyak mengetahui beberapa informasi seputar kota ini. Khusus dalam segmentasi kali ini kita akan mencoba mengulas sedikit informasi mengenai arsitektur tradisional atau bangunan tradisional yang ada di kota Yogyakarta.
Bangunan Tradisional Rumah Tempat Tinggal
Rumah tempat tinggal dari masa ke masa mengalami proses perkembangan dan perubahan bentuk. Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan hidup yang lebih luas dan yang akhirnya membutuhkan tempat yang lebih luas pula. Sejalan dengan itu berkembang pula kebudayaan. Oleh karenanya rumah tempat tinggal juga berkembang sesuai dengan proses terbentuknya suatu kebudayaan, yaitu dari taraf yang sedemikian sederhana menuju taraf yang sangat kompleks.
Omah
Kata omah yang berarti rumah tempat tinggal mempunyai arti yang penting yang berhubungan erat dengan kehidupan orang jawa. Sedang kehidupan orang jawa tertuang dalam tiga ungkapan kata yakni sandang, papan dan pangan, artinya pakaian, makanan dan tempat tinggal.
Dalam keluarga ketiga ungkapan tersebut memiliki arti bahwa dalam hidup yang berkewajiban untuk mengusahakan dan memiliki sandang (pakaian) yang wajar yang sesuai dengan kedudukannya dapat memberikan pangan (makanan) yang layak dan memenuhi syarat kesehatan bagi anggora keluarganya.
Sedangkan papan atau tempat tinggal sebagai syarat yang ketiga dalam kehidupan adalah merupakan patokan tenteram tidaknya sebuah keluarga. Sebab keluarga itu akan hidup tenteram jika sudah memiliki rumah sendiri dan tidak menyewa atau tidak ngindung.
Tipologi Bangunan Tradisional
Yang dimaksud dengan tipologi disini adalah bentuk keseluruhan rumah tempat tinggal yang dapat dilihat dalam denah. Pada umumnya denah rumah tempat tinggal adalah bujur sangkar atau persegi panjang. Sesuai dengan estetika orang jawa. Sedangkan rumah yang tipologinya oval atau bulat tidak terdapat pada bangunan tempat tinggal orang jawa.
Bentuk Bagian-Bagiannya
Berdasarkan sejarah perkembangan bentuk, rumah tempat tinggal dibagi menjadi empat macam yaitu panggangpe, kampung, limasan dan joglo. Sedangkan bentuk tajuk tidak dipakai untuk rumah tempat tinggal tetapi untuk rumah ibadah atau rumah tempat pemujaan.
Sehubungan dengan itu dalam bahasan ini akan dikemukakan secara beruntun bentuk rumah panggangpe, kampung, limasan dan joglo. Nama-nama bentuknya merupakan nama atap rumah tradisional yang menyangkut sebanyak 5 macam. Untuk bahasan ini akan kita ulas pada segmen tersendiri nanti.
Panggangpe
Rumah panggangpe merupakan bentuk bangunan yang paling sederhana dan bahkan merupakan bentuk bangunan dasar. Bangunan panggangpe ini merupakan bangunan pertama yang digunakan orang untuk melindungi diri dari gangguan angin, dingin, panas matahari dan hujan.
Bangunan yang sederhana ini bentuk pokoknya mempunyai tiang atau saka sebanyak 4 atau 6 buah. Sedangkan pada sisi kelilingnya diberi dinding sekedar penahan hawa lingkungan sekitarnya. Dalam perkembangan berikutnya bentuk bangunan panggangpe ini mempunyai variasi bentuk yang lain.
Kampung
Bangunan lain yang setingkat lebih sempurna dari panggangpe adalah bentuk bangunan yang disebut kampung. Bangunan pokoknya terdiri dari saka-saka yang berjumlah 4, 6 atau bisa juga 8 dan seterusnya. Tetapi biasanya hanya memerlukan 8 saka.
Sedangkan atap terdapat pada kedua belah sisinya dengan satu bubungan atau wuwung seperti halnya bentuk panggangpe. Bentuk bangunan kampung inipun dalam perkembangannya mengenal beberapa variasi. Sehingga dari bentuknya yang sederhana ini kita mengenal bentuk bangunan kampung yang lain nantinya.
Bangunan Tradisional Limasan
Bentuk pokok yang lain adalah bentuk bentuk bangunan tradisional yang disebut limasan. Bentuk bangunan ini merupakan perkembangan kelanjutan bentuk bangunan yang ada sebelumnya. Kata limasan ini diambil dari kata lima-lasan, yakni perhitungan sederhana penggunaan ukuran-ukuran, molo 3 m dan blandar 5 m.
Akan tetapi apabila molo 10 m maka blandar harus memakai ukuran 15 m agar dalam proses pembuatan sampai terbentuknya bangunan tradisional ini, tetap terlihat proporsionalnya. Dalam perkembangan berikutnya bentuk bangunan limasan ini mempunyai beberapa bentuk variasi.
Joglo
Rumah joglo merupakan rumah tradisional kebanyakan daerah yang berada di pulau jawa, salah satunya di jawa tengah. Meski sama berupa rumah joglo, namun masing-masing daerah memiliki perbedaan makna. Rumah joglo umumnya dibuat dari kayu, bagian atapnya berbentuk taju seperti atap piramida yang mengacu pada format gunung.
Bangunan tradisional memang menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dengan daerah tertentu yang sedikit banyak bangunan itu dipengaruhi oleh kultur dan kebudayaan yang melekat pada kebiasaan masing-masing. Semoga segmentasi kali ini bermanfaat bagi kita semua. Salam Lokal Jogja!